Corona dan Sosial Santri: Pengaruh Covid-19 terhadap Sosial Santri Edi Mancoro

Oleh: Siti Fatimah

Ratusan Santri Dipulangkan

Ratusan santri Edi Mancoro terpaksa harus dipulangkan ke rumah masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona. Mengingat jumlah orang berstatus positif terkena virus corona di Jawa Tengah semakin meningkat. Perpulangan santri Edi Mancoro dimulai sejak Minggu (29/4). Keputusan ini berdasarkan keputusan pengasuh beserta pimpinan lembaga pondok. Para santri harus dijemput orang tuanya, dilarang menggunakan transportasi umum dan tidak boleh mampir-mampir. Orang tua atau wali yang menjemputpun tidak boleh masuk area pondok, cukup di titik penjemputan serta dilakukan penyemprotan disinfektan kepada kendaraan-kendaraan penjemput. Namun beberapa santri tidak boleh pulang  yakni yang daerahnya sudah masuk zona merah, Kamis (26/4/2020), “lebih baik di pondok saja, untuk saat ini kalian mending mementingkan diri sendiri dulu jangan orang lain”, dawuh  Kiai Hanif selaku pengasuh.

Sebelum pulang seluruh santri juga diwajibkan bersih-bersih pondok secara massal, diantaranya seluruh peralatan tidur di jemur, karpet-karpet dicuci, dan dilakukan penyemprotan disinfektan di area pondok dan sekitarnya. Dalam surat keputusan yang ditandatangani oleh pengasuh, dijelaskan bahwa santri Edi Mancoro kembali masuk pada, Kamis (4 Juni 2020). Selama di rumah, wali santri diharap memantau putra-putrinya untuk melakukan hal-hal positif diantaranya; istighosah bersam keluarga, mengerjakan tugas kuliah online, tadarus al-qur’an, muroja’ah kitab dan hafalan qur’an. Kemudian santri juga dihimbau agar tidak keluar rumah kecuali ada hal penting yang mengharuskan keluar, menjaga pola makan, hidup sehat, serta mengikuti petunjuk-petunjuk kesehatan tentang antisipasi penyebaran virus corona dari puskesmas terdekat.

Penerapan Physical Distancing

Santri yang tidak pulang juga dilarang keluar area pondok jika tidak ada kepentingan, “jika ingin mencari makanan, di sekitar pondok saja, di koperasi pondok atau warung sekitar,” dawuh Kiai Hanif. Semua kebutuhan santri akan disediakan oleh koperasi pondok. Sebelum masuk kamar masing-masing pun diharapkan selalu mencuci tangan terlebih dahulu di kran yang sudah disediakan hand sanitizer. Physical distancing yang diterapkan di pondok pesantren Edi Mancoro tersebut yakni dengan tidak melakukan kontak fisik secara langsung, misalnya bersalaman, tidak berpelukan, menjaga jarak minimal 1 meter, tutup hidung dan mulut ketika batuk & bersin, dilarang menerima tamu. Selain itu wali santri juga dilarang bertamu atau mengunjungi keluarga yang ada di pesantren. Jika keadaan terpaksa menerima tamu, maka harus diadakan pengecekan terlebih dahulu oleh penjaga pondok serta sterilisasi ringan dengan hand sanitizer atau disinfektan. Dilarang pula menerima pengiriman paket dalam bentuk apapun. Apabila terpaksa menerima akan disterilkan dengan disinfektan dan dijemur terlebih dahulu.

Penundaaan dan Pembatalan Acara

Virus corona yang mewabah menimbulkan berbagai masalah kehidupan yang cukup rumit, dan menjadi menakutkan. Meluasnya virus corona ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tempat wisata ataupun tempat ramai yang biasanya dikunjungi wisatawan asing maupun domestik yang mengalami penuruna drastis. Dengan demikian, tidak berbeda dengan acara-acara atau event di Pondok Pesantren Edi Mancoro yang diputuskan untuk dibatalkan atau ditunda akibat virus corona hingga kondisi dan situasu benar-benar aman. Adapun acara-acara besar yang akan diselenggarkan dalam waktu dekat yang  harus dibatalkan yaitu;

  • Festival Banjari se-Jateng & DIY 2020

Festival banjari ini biasanya dilaksanakan sebelum acara haflah atau biasanya akrab disebut dengan acara pra haflah. Dalam akun resmi instagram @ponpes.edimancoro, penyelenggara atau panitia Festival Banjari dengan berat hati mengumumkan pembatalan acara ini, setelah mempertimbangkan kesehatan dan arahan pemerintah agar membatalkan ataupun menunda acara-acara yang mengumpulkan banyak orang. Total ada 36 grup rebana se-Jateng DIY yang mendaftar akan mendapat pengembalian dana. Panitia kembali meminta maaf khususnya untuk 36 grup rebana yang sudah mendaftar. Festival Banjari se-Jateng DIY ini acara pra haflah tahunan, untuk tahun ini seharusnya menjadi penyelenggaraan ketiga yang akan berlangsung pada 1 April 2020 di halaman Pondok Pesantren Edi Mancoro.

  • Lomba anak ceria

Berbagai acara besar Pondok Pesantren Edi Mncoro dibatalkan guna mengantisipasi penyebaran wabah virus corona, termasuk Lomba Anak Ceria 2020, yang seharunya diselenggarakan pada 2 April 2020. Lomba anak ceria merupkan acara tahunan termasuk dalam rangkaian acara pra haflah akhirussanah dan haul Mbah Mahfud Ridwan. Acara ini adalah lomba anak yang diikuti anak TK dan SD se-Kabupaten Semarang untuk mengembangkan bakat mereka. Adapun lomba-lomba yang akan diselenggarakan yaitu lomba mewarnai, menyanyi, lomba hafalan surat pendek, menggambar, da’i cilik, dan kolase. Panitia memutuskan untuk membatalkan acara ini setelah pemerintah mengumumkan larangan mengadakan event di Indonesia.

  • Bazar

Sekitar 14 pendaftar peserta Bazar di Edi Mancoro resmi dibatalkan. Batalnya acara tersebut setelah pemerintah mengeluarkan statement untuk tidak membuat acara yang sifatnya mengumpulkan banyak orang demi mencegah penyebaran virus corona. Awalnya acara bazar ini juga akan berlangsung  selama 3 hari yakni selama festival dan lomba-lmba berlangsung serta pada puncak acara haflah akhirusanah pada 1-3 April 2020. 

Adapun acara Haflah Akhirussanah dan Haul Mbah Mahfud Ridwan ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, mengingat virus corona di Jawa Tengah khususnya daerah Semarang semakin meningkat. Acara ini sudah disiapkan lebih dari 4 bulan lamanya, namun dengan berat hati pengasuh pondok pesantren Edi Mancoro mengeluarkan surat keputusan untuk menunda acara ini. Penundaaan acara tersebut atas dasar rapat terbatas antara pengasuh, asatidz, pimpinan lembaga dan panitia haflah tentang antisipasi meluasnya wabah virus corona.

Santri, Bagaimana Kabarmu ?

Oleh: Mubasir Anwar

Santri…

Masihkah kau bangga dengan sarung dan pecimu

Yang filosofinya selalu mewarnai setiap langkah kakimu

Ataukah seperti yang lainnya

Menganggap sarung dan peci sebagai budaya kaum terbelakang

Lebih bangga dengan pakaian minim kebarat-baratan

Santri…

Masihkah sisa air minum gurumu

Kau perebutkan dengan temanmu

Sebagai wasilah mendapatkan barokah sang guru

Ataukah seperti yang lainnya

Barokah dianggap sebagai hal yang tabu

Logika dan keangkuhan kau jadikan guru

Santri…

Masihkah kau tundukkan wajah di depan gurumu

Masihkah kau cium tangan gurumu saat bertemu

Sebagai wujud ta’dzim pada sang guru

Ataukah seperti yang lainnya

Menganggap guru hanyalah orang biasa

Guru bukanlah orang yang istimewa

Tiada rasa hormat bahkan tega mencelanya

Santri…

Masihkah kau sungkan menempati tempat duduk gurumu

Masihkah kau merasa tak pantas berdiri di tempat pengimaman gurumu

Ataukah seperti yang lainnya

Tak ada rasa sungkan pada sang guru

Kau anggap sang guru tak ada bedanya dengan dirimu

Santri…

Masihkah Al-Qur’an selalu kau baca dan kau hayati

Masihkah bait-bait nadzom alfiyah dan imriti

Senantiasa kau lalar dan kau pahami

Ataukah seperti yang lainnya

Terbuai indahnya ayat-ayat status dan story

Bait-bait cinta dari ajnabiy

Kau anggap sebagai kalam-kalam penenang hati

Santri…

Masihkah rasa nasionalisme besemayam di hatimu

Masihkah kau anggap Indonesia sebagai rumahmu

Ataukah seperti yang lainnya

Seperti preman-preman demokrasi

Tiada rasa tulus dalam membangun negeri

Haus kekuasaan dan pengabdi kepentingan pribadi

Santri, bagaimana kabarmu?

Membaca Bencana

Oleh: Muhammad Nur Wafa Lutfi

“Tiada daun yang jatuh dari tangkainya, Kecuali atas izin Allah Yang Maha Kuasa” Sepatah Nasehat dari Kiaku 3 tahun yang lalu membuatku tersadar, bahwa semua yang terjadi di dunia ini, tidak lepas dari kehendak-Nya.  Tetapi bukan lantas kita seenaknya menyalahkan Tuhan disaat hal yang tidak kita inginkan menimpa kita, perlu adanya muhasabah atau introspeksi diri.

Ada pepatah berbunyi rajin pangkal pandai, namun belum tentu orang yang tidak rajin menjadi bodoh, walaupun banyak orang rajin menjadi pandai, begitu pula sebaliknya. Kita hanya bisa berusaha, masalah hasil itu mutlak kehendak-Nya. Karena baik menurut kita belum tentu baik dihadapan Allah, serta buruk menurut kita belum tentu buruk dihadapan Allah. Allah memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.

Berbicara mengenai bencana, kalau kita mau berfikir lebih dalam, akan muncul pertanyaan, sebenarnya apa hakekat bencana? Apakah banjir? Tsunami? Gunung meletus? Pandemi Covid-19 yang akhir-akhir ini melanda dunia? Atau segala yang menyebabkan kerugian bagi manusia layak di sebut bencana? Maka kita akan bertanya-tanya sebenarnya apa itu bencana?. Misal salah satu dari bencana saat ini, yaitu pandemi Covid-19, ribuan bahkan puluhan ribu umat manusia direnggut nyawanya, alhasil sekolah-sekolah di tutup, beberapa Negara melakukan lockdown, ekonomi dunia kacau. Padahal tak lain dan tak bukan bahwa pandemi tersebut juga mahkluk ciptaan Allah dan Allah menghendaki ini terjadi. Apakah ini tetap disebut bencana?

Lalu siapa yang menyebut pandemi ini bencana? Ialah manusia yang mempunyai kepentingan, yang kemudian berbenturan kepentingannya dengan kehadiran pandemi tersebut. Tapi apakah pantas pandemi itu sendiri dikatakan bencana? Tidak. Jadi sekarang kalau kita berbicara bencana, atau berbicara apa saja, semua idiom-idiom itu harus dipikirkan kembali hakikatnya.

Bahkan kalau kita mau berendah hati,  sesungguhnya di dunia ini tidak ada yang namanya bencana. Banjir misalnya, ini bukan bencana, karena sifat air adalah mencari tempat yang lebih rendah. Jadi kalau manusia tidak ingin kebanjiran, ya jangan buat permukiman di daerah aliran sungai, di tempat yang lebih rendah, selain itu kecerobohan manusia, dengan mengambil air tanah secara semena-mena, sehingga mengakibatkan penurunan tanah atau menebang pohon dan membakar hutan sekehendak hati. Gunung meletus juga merupakan sunatullah. kalau tidak mau rumahnya terkena lahar panas, ya jangan mendirikan rumah di lereng gunung berarpi.

Jelas bahwa alam semesta ini diciptakanNya sedemikian rupa untuk kesejahteraan hambaNya. Masalahnya hamba tersebut banyak lalai dan ingkar. Manusia banyak yang melawan “sunatullah”. Sudah tahu bahwa kompor menyala itu panas, masih juga nekad diduduki. Bagi mereka yang “sok islami”, malahan menantang dan berbekal doa Nabi Ibrahim. Tentu saja Allah akan tersenyum, “Kita telah berbagi tugas”, kata Allah. Aku menciptakan hutan (kata Allah), kamu manusia silakan buat kursi, tapi jangan kamu rusak alam ini.

Karenanya untuk menghindari bencana, jangan melawan sunatullah, apalagi setelah itu mengkambing hitamkan Allah, atau setidaknya GR bahwa Allah sedang menguji (padahal Allah meng-azab-nya). Kalau kita rajin menebangi hutan sembarangan, jangan kemudian bilang Allah menguji kita manakala banjir bandang datang.

Maka kita perlu wawasan yang baik mengenai mitigasi bencana, tidak hanya ketika sudah terserang bencana tetapi jauh sebelum bencana itu terjadi. Kita harus bisa berfikir agar bagaimana bencana ini tidak menimpa kita walaupun bukan berarti kita bisa terbebas dari bencana. Setidaknya kita sudah berusaha misalnya tidak merusak hutan dengan menebang pohon tanpa reboisasi atau membuang sampah sembarangan. Walaupun bukan berarti karena itu semua menjadi kita terhindar dari bencana, atau mitigasi bencana yang kita alami saat ini, yaitu pandemi Covid-19 dengan segala upaya pencegahannya. Maka manusia harus menaati himbauan pemerintah agar tidak keluar dari rumah, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan serta social distancing untuk menghindari percepatan persebaran pandemi ini. Sebagai usaha agar tidak ikut terserang oleh pandemi Covid-19 dan kita tidak boleh menentang atau pasrah, berbekal bahwa pandemi ini ciptaan Allah, tidak mempedulikan himbauan pemerintah tentang itu semua. Beranggapan bahwa pandemi ini tidak akan menyerang kita jika Allah berkehendak, sama halnya kita masuk kandang macan, ini sama saja kita melawan sunatullah. Maka semua upaya pencegahan tadi perlu kita lakukan, jangan menghindari bencana dengan melawan sunatullah.

Dari sini dapat saya simpulkan bahwa kita perlu mitigasi atau usaha upaya-upaya pencegahan suatu bencana, sebab kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, dan berdo’a. Allah tetap akan melihat bagaimana usaha dari seorang hambanya karena “Sesungguhnya Allah Tidak Akan Mengubah Keadaan Suatu Kaum, Sebelum Kaum Itu Sendiri Mengubah Apa Yang Ada Pada Diri Mereka”. Dan jangan lupa bahwa Allah memiliki sifat Kodrat sehingga kita tidak bisa memaksa Allah agar sesuai apa yang kita inginkan dan pikirkan.

Kab. Semarang, 27 Maret 2020